Melihat konservasi burung pleci yang dikembangkan 200 Volt
Setelah sukses memproduksi pakan khusus pleci, sejak awal 2013, Om Ridho Renan KM kini mencoba fokus ke konservasi aneka jenis pleci di kawasan Mega Mendung, Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Bahkan kegiatan itu sudah dilakukannya sejak tahun lalu. Alasannya sederhana. Ketika terjadi booming burung pleci tahun 2012, dia dan sejumah pengamat burung lainnya telah memprediksi akan terjadi ancaman terhadap kelestarian burung pleci di alam liar.
Akan menjadi malapetaka ketika pleci-pleci di kawasan Asia lainnya masih lestari, tetapi di Indonesia suatu saat tidak bisa atau sangat sulit dijumpai lagi. Fenomena kelangkaan pleci di alam liar, kata Om Ridho, sudah diamatinya terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Itu sebabnya, dua tahun setelah booming pleci, atau tepatnya tahun 2014, 220 Volt mulai merintis konservasi berbagai spesies burung kacamata ini. Lokasinya dipilih di kawasan Garden Resort Hotel di Cipayung, Mega Mendung, Puncak, Bogor.
Om Ridho memang memiliki kapasitas untuk melakukan konservasi burung pleci. Sebab dia pernah menjadi chief konservasi di organisasi Kicau Mania (kicaumania.or.id).
Luas lahan kawasan konservasi ini cukup memadai, sekitar 2,5 hektare, dan termasuk di kawasan pegunungan yang sejuk dan rimbun. Puluhan ekor burung pleci dari berbagai spesies endemik dilepasliarkan.
Perlu diketahui, upaya konservasi itu berbeda dan jauh lebih luas cakupannya daripada breeding / penangkaran / peternakan. Kalau breeding pleci cenderung dikembangbiakkan agar bisa menjual burung-burung hasil ternaknya, maka konservasi justru bermuara pada pelepasliaran.
Jadi dalam konservasi itu selalu ada upaya penangkaran. Tetapi jika anakan burung sudah mandiri, maka dia akan dilatih dulu agar bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, dalam hal ini alam liar.
Setelah itu, burung akan dilepasliarkan di areal tersebut. “Burung tak akan pergi jauh ke mana-mana. Mereka akan bergerombol, lantas berkembang biak secara alami di pohon-pohon sekitar sini,” jelas Om Ridho.
Sebelum dilepasliarkan, kawanan pleci akan ditempatkan dalam kandang koloni ukuran 2,5 x 3 m2 dan tinggi 3,5 meter. Di kandang prapelepasrian inilah burung terlebih dulu dilatih agar bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Ketika Om Kicau menyambangi kawasan konservasi tersebut, tampak kawanan pleci dari berbagai jenis asyik beterbangan. Mereka bergerombol dari satu pohon ke pohon lainnya. Bahkan pada sebatang pohon durian terlihat sepasang pleci sedang menyusun sarang. “Iya, mereka sudah mulai nyarang pada ranting-ranting pohon durian,” jelas Om Ridho.
Di tempat ini, para pengunjung juga bisa menyaksikan burung-burung yang berkoloni ini beterbangan. Jenisnya sangat beragam, dan berasal dari daerah yang berbeda. Ada jenis pleci mata putih (maput), mata cokelat (macok) muria, macok malang, dada kuning (dakun) merapi, buxtoni banten, buxtoni sukabumi, auriventer dari Kepulauan Riau, hingga blackcap asal Irian. Burung-burung mungil dari beragam daerah ini bersatu dan berkembang biak di wilayah ini.
Agar populasi burung pleci yang sedang dikembangbiakan 220 Volt lewat pelepasliaraan ini berjalan baik, Om Ridho bekerjasama dengan pengurus RT / RW, kelurahan, dan ormas di wilayah tersebut, termasuk dengan pengelola Taman Safari Indonesia.
“Ini menjadi modal utama untuk melestarikan salah satu plasma nutfah asli Indonesia. Kami mohon dukungan semua pihak,” kata Om Ridho. (d’one)
Ikuti pula kisah menarik Om Ridho saat memproduksi pakan pleci 220 Volt di sini
Semoga bermanfaat.Salam sukses, Salam dari Pleci Mania.
No comments:
Post a Comment